Burung Terbang di Kelam Malam |
Penerbit : PT Bentang Pustaka, November 2013.
DIA tersenyum, tampak berpikir sesaat, “Hei,
Fais, aku takut kalau suatu hari nanti kamu bosan kepadaku, terus kamu
meninggalkan aku begitu saja tanpa perasaan. Kalau kamu melakukannya, aku sedih
sekali. Aku akan menangis berhari-hari, bahkan bertahun-tahun, sampai aku tidak
bisa menangis lagi, lalu mati ....”
“Masa
bisa sampai begitu,
sih?” aku bertanya heran.
“Tentu
saja bisa!” serunya.
Beberapa
lama aku tertegun menatapnya. “Kamu bersungguh-sungguh?”
“Kenapa
bengong begitu? Itu cuma perumpamaan saja, tahu! Lagi pula, mana mungkin kamu
sanggup berbuat begitu. Memangnya kamu ini bisa tega sekali kepada gadis yang
mencintaimu?”
“Tentu
saja tidak.”
“Aku
menyukaimu,” ucap Safira, lantas mengecup lembut pipiku yang membuat aku sangat
terkejut. “Aku ingin kamu menuliskan ciumanku ini dalam novelmu itu!”
Pujian:
Burung Terbang di Kelam Malam |
Al
Chaidar,
Pengamat Politik dan Teroris Nasional, juga salah seorang penulis buku Aceh Bersimbah Darah, tinggal di Aceh.
Pada dasarnya saya tidak
terlalu suka dengan novel, tetapi begitu membaca Burung Terbang di Kelam Malam, saya sangat penasaran, begitu emosi,
sedih, haru, dan lucu. Saya suka sekali dan tidak bisa melepaskan sampai cerita
berakhir dengan sangat mengejutkan. Sangat indah dan romantis sekali
dibandingkan novel yang pernah ada. Betul-betul nyata, tidak terduga, dan
membuat saya terpaksa berkali-kali menahan napas!
Lan Chin, warga turunan Thionghua,
karyawati swasta di Tangerang.