Judul
buku : Burung Terbang di Kelam Malam
Penulis
: Arafat Nur
Penerbit
: PT Bentang Pustaka
Cetakan
: Pertama, Februari 2014
Tebal
buku : xvi + 376 halaman
Oleh:
Raras Indah F
DARI judul novel
ini kita tidak akan menyangka akan digiring Arafat Nur menuju perjalanan
seorang wartawan harian di Aceh bernama Fais yang penuh gejolak, gairah, serta
sindiran sosial dan politik. ‘Tak ubah serupa burung yang terbang sendirian
di kelam malam. Ke mana pun aku memandang, yang tampak adalah dunia gelap
gulita, tidak ada sedikit pun titik terang.’
Meskipun Fais
adalah seorang wartawan yang bisa diperhitungkan di kalangan para penguasa
Aceh, ia terkenal bersih dari ‘uang saku’ pejabat. Ia menceritakan sisi kelam
kehidupan para pekerja berita yang dipandang parasit terhadap para pejabat.
Hatinya bertentangan dengan pekerjaan yang digelutinya. Hal ini lantaran ia
melihat adanya berbagai ‘sandiwara buruk’ antara pejabat dengan wartawan. Pun
dengan pemegang kantor berita tempatnya bekerja.
Di saat para
wartawan mengejar Tuan Beransyah untuk sesuap nasi, ia malah ingin menguak
kebusukan lelaki tambun itu. Beransyah adalah seorang pedagang emping melinjo
yang mencalonkan diri sebagai calon walikota. Isu yang beredar, ia mengoleksi
banyak gundik di Aceh, dan ternyata hal itu benar. Fais tidak terima jika
kotanya harus dipimpin manusia macam Beransyah. Oleh karena itu, ia tidak
segan-segan mendatangi para wanita yang telah dibuang oleh Beransyah itu.
Pertemuannya dengan Aida, Haliza, Nana, Rahmah, Saudah, dan beberapa gundik
Beransyah lainnya telah memunculkan babak permasalahan tersendiri.
Dari perkenalan
dan pertemuan-pertemuan terlarangnya dengan para wanita tersebut, Fais
mendapati mirisnya kehidupan beberapa perempuan di Aceh. Kebanyakan perempuan
tersebut berasal dari kalangan orang tidak mampu. Karena keterbatasan
penghasilan, dengan mudah mereka menerima pinangan Beransyah yang kemudian
tanpa daya mau ditinggalkan begitu saja oleh lelaki yang diduga memiliki
hubungan dengan sejumlah mafia ganja ini.
Jalan yang
dilalui Fais tidaklah terang. Di sela-sela investigasinya terhadap kehidupan
Beransyah, ia mengalami jatuh bangun dengan para wanita tersebut. Pun nasib
pekerjaannya yang sering terkatung-katung. Klimaksnya terjadi saat artikelnya
tentang kebusukan Beransyah dimuat di kantor beritanya. Alhasil, ia menjadi
mangsa buruan Beransyah yang dicari-cari. Jika tanpa suatu keajaiban tertentu,
ia mengira dirinya dengan mudah telah menjadi mayat yang terbuang di pematang
sawah.
Fais adalah
tokoh yang bisa menggelitik hati para perempuan tersebut. Bagaimana tidak? Ia
lelaki polos nan pendiam yang berkelana begitu saja tanpa arah, bahkan ihwal
perempuan. Ia menikmati dosa dan taubat secara kontinu. Namun, dari situlah
akhirnya ia mendapatkan makna hidup yang sebenarnya, termasuk cinta sejatinya.
Arafat
menuliskan kisah Fais dengan bahasa yang mudah dicerna tapi mampu menggelitik
hati pembaca. Sindiran jenakanya sarat dengan kritikan sosial dan politik.
Pemenang Sayembara Menulis Novel DKJ 2010 serta peraih Khatulistiwa Literary
Award 2011 ini menyoroti kehidupan orang-orang di Aceh pasca perang dan tsunami
besar di sana, terutama para perempuan yang sebelumnya tidak kita duga itu akan
terjadi di bumi ‘Serambi Makkah’. Kelakuan buruk para politikusnya juga bisa
merefleksikan kotornya kehidupan para politikus di negeri ini.
Meskipun
pemikiran Fais kuat dan tajam, namun ia belum memiliki kekuatan yang lebih
ketika berinteraksi dengan Beransyah dan para gundiknya itu. Sebagaimana novel
yang ditulis Fais, kiranya Arafat dengan sendirinya telah memaparkan hasil
tulisan artikel Fais yang memuat mengenai gelagat buruk Beransyah. Karenanya
pula, pembaca dapat menebak sendiri bagaimana bentuk artikel yang ditulis Fais
itu tanpa perlu dihadirkan lagi secara khusus.
Novel ini mampu
menyampaikan banyak pesan. Kita adalah manusia yang pasti memiliki pertentangan
nurani dengan keadaan. Hal ini yang membuat manusia tidak bisa mengelak untuk
bersalah dan kembali bertaubat. Namun, dari situlah ia akan lebih matang dalam
memijajaki hidup ini. Begitulah sekiranya pesan yang ingin disampaikan oleh
Arafat.
Cerita apa saja
yang dilontarkan Fais soal buruknya kelakuan politikus di Aceh? Makna hidup apa
yang ditemukan Fais setelahnya? Temukan jawabannya di buku ini. Selamat
membaca!(dikutip dan disesuaikan dari lpmhimmahuii.org)