Cinta dan Pendidikan di Tengah Gejolak Perang
Oleh Suroso
Judul :Bayang Suram PelangiPenulis :Arafat NurPenerbit: DIVA PressTerbit : April 2018ISBN : 978-602-391-531-6Tebal : 384 halaman
Membaca novel Bayang Suram Pelangi, seseorang
akan diajak kembali pergulatan sejarah pada era 90an. Khususnya di daerah Aceh.
Di mana pada masa itu sudah gencar-gencarnya gejolak politik, perang (konflik)
yang terbilang memanas. Bahkan dalam novel ini juga menjelaskan, banyak sekali
anak-anak yang tidak menempuh pendidikan. Selain, tempatnya jauh dari
perkampungan, masalah ekonomi dan suara pistol menjadi alasan utamanya.
Saidul, seorang anak yang menjadi tokoh utama dalam
novel ini, menjadi satu-satunya anak kampungnya yang bisa menikmati pahit dan
manisnya pendidikan. Dalam perjuangannya menempuh pendidikan ia harus mengayuh
sepeda ontheldari rumahnya sampai dengan sekolah yang berjarak
sangat jauh. Atau dalam novel ini, disebutkan harus melewati sepuluh batu. 140
Dalam setiap perjalanan, ia selalu merasakan
kekhawatiran yang sangat mendalam. Hal yang paling membuat dirinya khawatir
ialah, bahwa masih banyak perang senjata antara tentara dan pemberontak di
daerahnya tersebut. Sebab, setiap dirinya melewati pos tentara ia selalu
diperiksa, dengan alasan bahwa Saidul adalah seorang pemberontak.
Dari hal-hal yang menakutkan itulah, ia pernah ingin
memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah dan membantu ayahnya untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Tetapi, dengan tegar ayahnya
mengatakan, untuk saat inisekolah lebih penting bagimu .
Ketika sudah berkata seperti itu, maka Sidul tidak bisa membantah lagi, ia
hanya bisa mengikuti apa yang dikatakan oleh ayahnya tersebut.
Buku ini sedikitnya menyadarkan kepada kita tentang
pentingnya sebuah pendidikan. Selain itu, juga mengajak seluruh jajaran manusia
agar tidak melupakan sebuah sejarah. Konflik, perang, ataupun pemberontakan
yang terjadi di masa lalu. Jangan pernah dilupakan, tetapi dijadikan sebuah
acuan untuk menggali keutuhan untuk menuju kehidupan yang lebih baik ke
depannya.
Selain menyajikan sejarah dan pendidikan, novel ini
juga mengambil latar belakang tentang percintaan. Sebuah percintaan yang
melankonis dalam masa perjuangan. Sidul sebagai orang terdidik yang mencintai
Zahra yang menjadi bunga desanya. Percintaan ini juga dialami oleh kakak Sidul
yang menikah dengan seorang yang dianggap pemberontak oleh tentara. Dan Aini
sebagai adiknya menaruh hati dengan seorang tentara. Berangkat dari pergulatan cinta inilah rumahnya
seringkali dikunjungi oleh tentara. Dengan dalih untuk menjaga keamanan yang
ada di kampungnya. Pernah suatu ketika Sidul dipukuli tentara, karena dianggap
pernah bersama dengan pemberontak. Yang membuat dirinya tidak bisa berjalan dan
pergi ke sekolah untuk menikmati pendidikannya (hal 250) Ada titik tekan yang menarik dalam buku ini, yaitu
bagaimana perjuangan Sidul agar menjadi anak yang terdidik. Ia harus berjuang
dengan sekuat tenaga dan penuh pengorbanan, bahkan nyawa menjadi taruhannya.
Hingga menginjak SMA kelas 3 ia berhasil mendapatkan peringkat satu. Sebuah
pencapaian yang sangat mengesankan. Karena dengan begitu ia bisa mengurangi
beban keluarga. Karena mereka yang mendapat ranking satu, maka ia akan
dibebaskan dari biaya pembayaran sekolah (SPP) setahun penuh. (Hal 368) Arafat Nurselaku penulis memberikan gambaran menarik
dalam novelnya. Selain ia menceritakan alur sejarah yang mencekam, ia juga
berusaha membuat sebuah fakta yang menarik tentang keadaan di Aceh pada masa
itu. Salah satu fakta yang digambarkan dalam novel ini ialah ekonomi yang
sangat rendah. Setiap harinya Sidul dan keluarga harus memakan nasi dengan lauk
kangkung. Di lain sisi masyarakat juga tidak bisa berkutik akan tindakan
tentara yang kadang bertindak sesuka hati, sampai dengan membakar rumah warga.
Namun, tidak semua tentara sekeras itu, seperti Tumiren, tentara yang selalu
menunggu cerita Sidul dan tentara yang mendekati Aini. Ia juga memiliki welas
asih terhadap warga. Ia hanya keras terhadap orang-orang yang dianggap
pemberontak.
Dengan bahasa yang sistematis dan mudah dipahami,
pembaca akan memahami alur sejarah, dan cinta melankonis yang ditawarkan dalam
novel ini. Diharapkan pembaca memiliki jalan tengah, agar menemukan khazanah
yang ada di dalam buku ini.[]