Senin, 12 Maret 2012

Kita Adalah Orang-Orang yang Menyongsong Ajal



Lampuki novel Arafat Nur
TERKADANG manusia sering lupa tentang pentingnya usia dalam hidup ini. Detik demi detik, menit menjadi jam, lalu jam berganti hari sampai menjadi minggu, kemudian bulan dan tahun berlalu. Apakah manusia merasakan bahwa waktu sudah begitu jauh beranjak membawa usia?
      Usia manusia kian bertambah, tetapi sesungguhnya umur semakin berkurang. Jatah hidup di dunia kian sedikit. Sesungguhnya setiap gerak langkah yang kita lakukan, tak lain adalah kita sedang menyongsong mendekati ajal, kata Tgk M Nur Amin, pimpinan Syamsul Ma’rifak, Krueng Geukueh, Aceh Utara dalam tausyiah Renungan Hidup di balai pengajian setempat, Minggu (11/3).

     Pada hakikatnya, manusia adalah orang-orang yang bergerak sedang menyongsong ajal tanpa manusia itu menyadari sendiri. Manusia sering lupa dengan, seolah-olah hidup di dunia ini akan kekal selamanya. Lupa akan asal-usul dan arah tujuan pulang, katanya, adalah wujud dari keangkuhan dan lupa diri.
     Bentuk dari lupa diri ini bisa terlihat dari sikap mementingkan diri sendiri, saling mendengki, dan tidak pernah memikirkan tentang agama. “Kita juga saling berprasangka, sebagaimana yang terjadi di dalam masyarakat, tubuh pemerintah, antar partai, dan sebagainya. Jika ini terjadi terus, Aceh tidak bakal pernah aman selamanya,” ucapnya.
     Tentang keberadaan manusia itu sendiri, dia bertanya, apakah yang sudah diperbuat selama di dunia? Sudah siapkah kita jika sewaktu-waktu Allah memanggil? Orang cerdik adalah mereka yang berusaha keras mempergunakan waktu dan umurnya hanya untuk berbakti kepada Allah SWT.
     Berbakti kepada Allah punya makna sangat luas yang bukan hanya sekadar beribadah secara khusus. Bekerja, membantu orang lain, membangun masjid, mendirikan yayasan membantu orang miskin, menulis kitab, menulis buku, menulis novel, menciptakan mesin, membuat pesawat, semuanya adalah ibadah.
     Orang-orang awam yang sempit pikiran selalu berpikir bahwa ibadah itu hanya semata mengerjakan shalat, sehingga Islam mengalami kemunduran yang sangat pesat. “Jika memandang ibadah hanya semata shalat, maka akan melahirkan generasi yang bodoh, pemalas, dan akhirnya jadi terbawa-bawa sampai malas melakukan shalat,” ujar Teungku M Nur yang juga sering disapa dengan panggilan Waled ini.
     Lebih lanjut Waled mengatakan, Islam menganjurkan umatnya mengisi umur dengan berbagai kebaikan dan kemuliaan, sehingga usia yang dijalani tidaklah sia-sia. Sesungguhnya umur atau jatah usia kita adalah bekal untuk mencapai keberhasilan di dunia dan akhirat. Siapa yang menya-nyiakannya, maka sia-sialah hidupnya di dunia dan di akhirat kelak.
     Jika orang Aceh benar-benar menyadari hakikat dari pentingnya waktu ini, niscaya keadaan Aceh sekarang akan lebih baik. Namun, akibat keterbelakangan pengetahuan dan cara berpikir yang salah, maka keadaan negeri ini jatuh terpuruk. “Harus ada upaya keras dari semua pihak untuk mencerdaskan orang Aceh dari berbagai bidang, sehingga kita bisa bangkit kembali menjadi orang mulia yang memiliki martabat di mata manusia dan Tuhan,” pungkasnya.(Waspada)