Azamy Muchlis
Waktu itu aku lupa bahwa usia Rinjani sudah menanjak dua delapan, dan kesan yang kupikirkan adalah dia masih gadis tanggung, seakan-akan waktu tak singgah padanya. Senyumnya betul-betul menggetarkan sehingga aku hampir lupa diri kala menjabat tangannya. Sejenak dia pun tanpak tertegun, agak terkejut menatapku, seoalah-olah wajahku mengingatkannya pada sesuatu....
ITULAH penggalan bab 21 novel Hari Seribu Malam karya Arafat Nur yang sedang dalam proses akhir penggarapan. Novel setebal 30 bab ini, menurut Arafat, sangat menyentuhnya. "Saya terbawa-bawa dengan kesan-kesan sederhana yang ditimbulkan. Saya begitu bergairah dalam menggarapnya. Sehingga saya tak membutuhkan waktu begitu lama untuk menyelesaikan," ucap Arafat, Kamis petang (21/7).
Tentang gagasan menulis novel ini sendiri datangnya tak disangka-sangka sebulan setelah dia memberi materi seminar sastra di Padang. Waktu itu dia memang memiliki banyak waktu senggang, sempat menelusuri hutan Sawang mencari batu cincin di sungai. Pada hari yang lain dia sering bertemu muka dan berbincang-bincang dengan seorang guru ngaji yang memiliki suatu keistimewaan-- dapat bercakap-cakap dengan makhluk halus.
Kehidupan sehari-hari tentang dunia kepenulisan dan hubungannya dengan penulis-penulis Aceh, turut andil dalam mempengaruhi novel ini. Maka, Hari Seribu Malam akan membeberkan secara lugas tentang dunia dan kehidupan penulis yang ada di wilayah konflik, serta masalah-masalah yang dihadapi. Hup! Tapi tidaklah sesederhana itu ceritanya. Kisahnya penuh dengan lika-liku kehidupan Mustafa yang rumit, penuh tekanan, dan juga kerumitan cintanya. Kegagalannya dengan istri pertama membuatnya harus mengawini perempuan lain, yang sampai akhir hayatnya tetap menjadi perempuan simpanan.
Berikut ini adalah sinopsisnya:
Mustafa, seorang novelis yang tinggal di wilayah kecil dan dilanda kekacauan, mengalami banyak masalah pelik di seputar hidupnya sendiri dan harus menghadapi sejumlah peristiwa besar lain di lingkungan kota tempat tinggalnya. Di tengah-tengah kerumitan urusan keluarga dan kekacauan situasi yang senantiasa timbul, dia bertekad kuat dan berusaha keras untuk menyelesaikan sebuah novel yang diyakini kelak akan menjadi karya hebat yang dapat memengaruhi orang dan mengubah negeri yang selalu dalam kancah pertikaian ini.
Mustafa mengalami banyak hal rumit, pertengkaran dengan istrinya, Yulisa, yang kerap terjadi saban hari menyebabkannya tidak bisa bekerja. Sementara orang-orang di sekelilingnya memandang aneh dan sama sekali tak mengerti dengan novel—bahkan mertuanya bertanya, “binatang apa itu?” Menulis novel yang merupakan cita-cita Mustafa dalam hidupnya itu segera kandas oleh situasi keluarga dan situasi politik yang tidak mendukung, tetapi begitu dia mengenal Rinjani, yang kemudian menjadi istri simpananya, gairahnya menyala kembali, sampai kemudian dia dapat merampungkan novelnya. Namun, novel itu malah lenyap setelah sempat terbit dengan jumlah sangat terbatas yang kemudian menyebabkannya sebagai penulis gagal.
Novel ini mengisahkan romantika pelik hubungan manusia, keterasingan hubungan dengan Tuhan, dan kegamangan menghadapi dunia. Diceritakan dengan sederhana, lugas, jenaka, sendu, sedih, dan gembira. Kaya cita rasa, termasuk masalah-masalah rumit yang berhubungan dengan dunia kepenulisan dan sastra, keterkaitannya dengan politik dan hubungan dengan Sang Pencipta. Juga membahas secara sepintas lalu perbandingan antara sastra Indonesia dengan sastra asing, yang merupakan pandangan tokoh pada buku ini dalam menggarap novelnya.[]
Kunjungilah dan dapatkan novel Lampuki di http://id.serambi.co.id/Katalog/tampilbuku/495_lampuki.
Kunjungilah dan dapatkan novel Lampuki di http://id.serambi.co.id/Katalog/tampilbuku/495_lampuki.