Selasa, 03 Januari 2012

Ganja dan Senjata

By Faraziyya

Lampuki, nama sebuah daerah yang diambil menjadi judul novel yang sedang saya baca saat ini. Sebuah daerah di bumi Pasai. Arafat Nur, dalam novel ini berbicara tentang realitas sosial yang ada di Lampuki. Detil, deskriptif. Sebenarnya, saya memiliki kendala dalam membaca novel ini. yakni, penggunaan bahasa deskritf yang dipilih kang Arafat yang menurut saya, terlalu sulit. Entah, itu hanya pendapat pribadi saya yang memang tidak terbiasa dengan bahasa yang satir-sarkas dan sebangsanya.

         Saya sampai pada bagian dimana kang Arafat menceritakan tentang peredaran ganja yang subur di Hutan Gambang. Menceritakan Karim, sang pedagang ganja. Hingga menyambung ke ihwal peredaran senjata di daerah militer Aceh. Mari lihat, sebagian isi novel ini yang bikin saya gelenggeleng tarik napas.
         “Karim meyakinkanku bahwa uang hasil ganja itu tidaklah haram. Bumi Tuhanlah yang menghasilkannya dan Tuhan pasti tiada salah cipta sebab daun ajaib itu punya banyak manfaat bagi kesehatan. Kalau kemudian orang menyalahgunakannya, sesungguhnya itu semua menjadi persoalan lain yang tidak terlalu penting dibicarakan, apalagi sampai harus dibahas panjang lebar sampai-sampai urat leher bertegangan dan muka memerah padam.”
         Karena melihat akhir kalimat si tokoh Karim, saya jadi bungkam. Diam, selain juga karena bingung. Ada rasa kepingin protes, tapi wawasan saya tak cukup banyak. Jadi ingat Ladang Opium Badakhshan yang direkam di Selimut Debu punya Koh Avgustin. Elegi gimana gitu yaa.
          Tentang perputaran perdagangan senjata, yang ada dalam bagian novel ini. lagi-lagi ada yang membuat saya terhenyak. Saya baru tahu, belum paham. Bahwa perkara ganja punya kaitan dengan senjata. Bahwa perdagangan senjata gelap berlangsung longgar di Libya, Thailand, dan sejumlah belahan dunia lainnya. Bahwa para ‘jenderal’ lah yang menjalin hubungan niaga, menjual senjata yang terbengkalai di gudang pabrik kepada pembangkang yang amat membutuhkannya, yang kadang kala pembayarannya boleh juga dengan ganja. Bahwa, ada juga yang mengatakan, penjualan senjata itu memang sengaja dilakukan segelintir pentolan junta militer untuk memelihara kericuhan dan pertikaian di Aceh agar tetap abadi, agar tentara punya kerjaan dan para jenderal punya alasan mengajukan proyek kepada rezim pemerintah sehingga mereka bisa menguras uang negara dalam jumlah sangat besar.
         *sigh 
        Bagian akhir, yang benar-benar membuat saya ngeri. Ya, saya memang rada sensitif. Ngga kuat membayangkan bahwa itu bukan sekadar opini melainkan kenyataan. Bagaimanalah Aceh disesaki konspirasi demikian? 
         Haduh, kok ini jadi spoiler yah? 
      Hmm..sebenarnya sih saya cuma bermaksud menyampaikan lintasan hati saat membaca Lampuki di bagian-bagian ini. Karena saya baru tahu perkara begini. Alangkah lebih baik bila ada teman yang kebetulan membaca ini dan memberi tanggapan/wawasan yang mencerahkan ketahuan saya yang dangkal ini, adakah?

4 Responses to “[Sidestory] Lampuki: Ganja dan Senjata”

  1. January 2, 2012 at 6:44 pm
    Wow, Lampuki…baru dengar buku ini karena jarang baca Novel ~~”
    Susah menjelaskan banyak namun setting Aceh hemat saya adalah hanya salah satu sample konspirasi yang berjalan di tempat yang banyak :D , sampe ribet jelasinnya…hehe.
    Mungkin bisa merenungi ayat ini (QS.48:29), dan kenapa akhirnya umat Islam “ada baiknya” terus terpecah-belah. Karena kalau umat bersatu ada kekuatan yang sangat besar, yang mampu menyinari dunia dan keberkahan setelahnya. Ini menjadi kekhawatiran bagi mereka yang disebutkan dalam ayat di atas, sehingga konspirasi devide et impera terus berjalan…
    Just my personal opinion :D
  2. January 3, 2012 at 1:20 pm
    hyaaa! makin pengeeeen baca buku ini. gak berminat swapkah? :D