Senin, 11 Juni 2012

Budaya Baca Indonesia Terendah di Asia Timur


SAAT ini minat baca masih menjadi perkerjaan rumah yang belum terselesaikan bagi bangsa Indonesia. Berbagai program telah dilakukan untuk meningkatkan minat bacamasyarakat. Pemerintah, praktisi pendidikan, LSM dan masyarakat yang perduli padakondisi minat baca saat ini telah melakukan berbagai kegiatan yang diharapkan mampu meningkatkan  apresiasi  masyarakat untuk membaca, akan tetapi berbagai programtersebut belum memperoleh hasil maksimal.
 Untuk mewujudkan bangsa berbudaya baca, maka bangsa ini perlu melakukan pembinaan minat baca anak. Pembinaan minat baca anak merupakan langkah awalsekaligus cara yang efektif menuju bangsa berbudaya baca. Masa anak-anak merupakanmasa yang tepat untuk menanamkan sebuah kebiasaan, dan kebiasaan ini akan terbawahingga anak tumbuh dewasa atau menjadi orang tua.

Dengan kata lain, apabila sejak kecilseseorang terbiasa membaca maka kebiasaan tersebut akan terbawa hingga dewasa.Pada usia sekolah dasar, anak mulai dikenalkan dengan hurup, belajar mengeja katadan kemudian belajar memaknai kata-kata tersebut dalam satu kesatuan kalimat yangmemiliki arti. Saat ini merupakan waktu yang tepat untuk menanamkan kebiasaanmembaca pada anak. Setelah anak-anak mampu membaca, anak-anak perlu diberikan bahan bacaan yang menarik sehingga mampu menggugah minat anak untuk membaca buku.

Minat baca anak perlu dipupuk dengan menyediakan buku-buku yang menarik dan representatif bagi  perkembangan  anak sehingga minat membaca tersebut akan membentuk kebiasaan membaca. Apabila kebiasaan membaca telah tertanam pada dirianak maka setelah dewasa anak tersebut akan merasa kehilangan apabila sehari saja tidak membaca. Dari kebiasaan individu ini kemudian akan berkembang menjadi budaya bacamasyarakat.Akan tetapi pembinaan minat baca anak saat ini sering terbentur dengan masalahketersediaan sarana baca. 

Tidak semua anak-anak mampu mendapatkan buku  yang mampu mengugah minat mereka untuk membaca. Faktor ekonomi atau minimnyakesadaran orang tua untuk menyediakan buku bagi anak menyebabkan anak-anak tidak mendapatkan buku yang dibutuhkan. Tidak tersedianya sarana baca merupakan masalah besar dalam pembinaan minat baca anak. Anak-anak tidak dapat memanjakan minat bacanya karena tidak tersedia sarana baca yang mampu menggugah minat anak untuk membaca. 

Padahal pembinaan minat baca anak merupakan modal dasaruntuk memperbaiki kondisi minat baca masyarakat saat ini.
Untuk mengatasi masalah ketersedian sarana baca anak dapat dilakukan denganmemanfaatkan eksistensi perpustakaan sekolah. Perpustakaan sekolah dapat difungsikansebagai institusi penyedia sarana baca cuma-cuma bagi anak-anak. Melalui koleksi yangdihimpun perpustakaan, perpustakaan sekolah mampu menumbuhkan kebiasaan membaca anak.

Tetapi amat disayangkan, perpustakaan sekolah yang dijadikan ujung tombak dalam pembinaan minat baca anak justru dalam kondisi yang memprihatikan. Bahkansaat ini banyak sekolah dasar yang belum memiliki perpustakaan. Data DeputiPengembangan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mengungkapkan bahwa hanya1% dari 260.000 sekolah dasar negeri yang memiliki perpustakaan (Kompas, 25/7/02).

Keadaan ini tentu bertolak balakang dengan Undang-undang nomor 2 pasal 35 tahun1989 tentang system pendidikan nasional yang menyatakan bahwa setiap sekolahdiwajibkan memiliki perpustakaan. ironis bukan, mana mungkin minat baca anak dapatterbina apabila sekolah tidak memiliki perpustakaan yang menyediakan buku sebagaisarana baca bagi siswa (anak).Walaupun ada sekolah yang memiliki perpustakaan sekolah, perpustakaan sekolah belum dikelola dengan baik.

Hanya sekolah-sekolah unggulan dan sekolah yang sadar akan pentingnya perpustakaan, memiliki perpustakaan yang dikelola secara baik olehtenaga profesional.Banyak perpustakaan sekolah yang pengelolaanya terkesan “yang penting jalan”.Hal ini terlihat dari segi koleksi, sarana perpustakaan serta tenaga pengolola perpustakaansendiri. Koleksi perpustakaan sebagian besar berisi buku-buku paket sehingga kurang mampu menarik minat  siswa untuk  mengakses perpustakaan. Sarana dan prasarana perpustakaan yang seadaanya menyebabkan suasana perpustakaan kurang nyaman.

Selainitu banyak perpustakaan sekolah yang tidak dikelola oleh tenaga profesional di bidang perpustakaan,  perpustakaan dikelola oleh guru pustakawan (guru yang merangkapsebagai pengelola perpustakaan) yang memiliki tanggung jawab utama sebagai pengajar menyebabkan pengelolaan perpustakaan tidak optimal. Sudah saatnya kondisi perpustakaan sekolah dasar diperbaiki. Perbaikan ini akanmewujudkan berpustakaan sebagai penyedia sarana baca ideal bagi anak-anak. Perbaikanini akan memotivasi anak-anak untuk berkunjung dan membaca koleksi perpustakaan.

Perbaikan yang dapat dilakukan antara lain,koleksi perpustakaan terus ditingkatkan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sudah saatnya perpustakaan tidak hanya berisi buku-buku paket, koleksi perpustakaan juga dapat berupa buku-buku bacaanyang mampu menarik minat siswa untuk membacanya. Selain itu perpustakaan dapat jugamelengkapi koleksinya dengan koleksi audiovisual sehingga tidak memberikan kesanlayanan yang monoton.

Kedua, sarana atua perabot perpustakaan perlu dilengkapi, perpustakaan dapat dilengkapi dengan pendingin udara,  televisi dan komputer multimedia. Perabotan perpustakaan perlu didesain dan disusun sesuai dengan kondisi fisik anak-anak sehinggadapat memberikan kesan nyaman bagi anak. Ruang perpustakaan juga dapat dicat warna-
warni dan dilukis gambar lucu sehingga menghilangkan kesan formil perpustakaan. Dengan perubahan kondisi fisik perpustakaan ini akan memberikan kesan nyaman anak  berada diperpustakaan sehingga anak-anak akan rajin datang ke perpustakaan.

Ketiga, masalah SDM perpustakaan juga perlu mendapatkan perhatian.Perpustakaan harus dikelola oleh tenaga yang memiliki keahlian serta berlatar  belakangilmu  perpustakaan, dokumentasi dan informasi. SDM memiliki latar belakang ilmu perpustakaan tentu mengerti bagaimana mengelola serta mengembangkan perpustakaan berdasarkan kaidah ilmu perpustakaan. Memberikan tanggung jawab pegelolaan perpustakaan kepada guru perlu dikaji ulang, guru yang memiliki tugas utama sebagaitenaga pengajar tidak akan mampu maksimal dalam pengembangan perpustakaan karenaharus membagi waktunya untuk mengajar. Perpustakaan akan tutup apabila guru tersebutmendapat tugas mengajar. Keadaan semacam ini tentu dapat menghambat proses pembinaan minat baca anak.

Keempat,  sebenarnya masalah terbatasan koleksi,  sarana  perpustakaan sertaminimnya SDM perpustakaan disebabkan karena keterbatasan dana. Keterbatasan danamenyebabkan perpusakaan tidak mampu membeli buku, melengkapi sarana perpustakaanserta membayar tenaga profesional untuk mengelola perpustakaan. Sebagai solusinya di perlukan perhatian pemerintah, pengelola sekolah serta peran aktif wali murid.Pemerintah perlu memberikan perhatian bagi pengembangan perpustakaan sekolah.

Perhatian itu dapat diwujudkan dalam bentuk pemberian dana bantuan pengembangan perpustakaan sekolah, kebijakan yang merangsang perkembangan perpustakaan sekolahserta penghargaan kepada mereka yang berjasa dalam mengembangkan perpustakaan.Pihak sekolah juga dapat mengoptimalkan keberadaan wali murid yang terhimpun dalamkomite sekolah dalam pengembangan perpustakaan sekolah. Wali murid dapat dimintai bantuan dalam hal pendanaan perpustakaan. Tentunya. Wali murid tidak akan segan mengeluarkan biaya bagi pengembangan sekolah karena manfaatkan perpustakaan  akankembali  kepada putraputri mereka. 

Selain itu pihak sekolah juga dapat menyusun proposal pengembangan perpustakaan dan mengajukannya ke perusahaan, instansi atauindividu yang memiliki perhatiaan dibidang pendidikan, minat baca dan perpustakaan.Dengan berbagai perbaikan diatas maka perpustakaan akan semakin menarik.Perubahan yang menjadi motivasi bagi siswa untuk mengakses perpustakaan. Apabila perbaikan ini dilakukan dari sekarang maka 10 atau 15 tahun kedepan Indonesia akanmenjadi bangsa yang gemar membaca. Dengan demikian berakhir sudah permasalahanminat baca yang seolah-olah menjadi perkejaan rumah yang tidak terselesaikan sampaisaat ini. (lampuki/heri)