Minggu, 20 April 2014

Arafat Nur Garap Novel Tempat Paling Sunyi

Azamy Muchlis



Waktu itu aku lupa bahwa usia Riana sudah menanjak tiga puluhan dan kesan yang kupikirkan adalah dia masih gadis tanggung, seakan-akan waktu tak singgah padanya. Senyumnya betul-betul menggetarkan sehingga aku hampir lupa diri kala menjabat tangannya. Sejenak dia pun tanpak tertegun, agak terkejut menatapku, seoalah-olah wajahku mengingatkannya pada sesuatu....



Tempat Paling Sunyi
ITULAH penggalan novel Tempat Paling Sunyi (Gramedia, 2015) karya Arafat Nur yang sedang dalam proses penerbitan yang direncanakan Juni depan. Novel setebal 328 halaman ini, menurut Arafat, sangat menyentuhnya. "Saya terbawa-bawa dengan kesan-kesan sederhana yang ditimbulkan. Saya begitu bergairah dalam menggarapnya. Sehingga saya tak membutuhkan waktu begitu lama untuk menyelesaikan drafnya. Tapi proses revisinya sampai empat tahun," ucap Arafat, Rabu (6/5).

       Tentang gagasan menulis novel ini sendiri datangnya tak disangka-sangka ketika sebulan dia pulang dari memberi materi seminar sastra di Padang. Waktu itu dia memang memiliki banyak waktu senggang, sehingga dia menelusuri hutan Sawang mencari untuk mencari batu cincin di sungai. Pada hari yang lain dia sering bertemu muka dan berbincang-bincang dengan seorang guru ngaji yang memiliki suatu keistimewaan-- dapat bercakap-cakap dengan makhluk halus.

       Kehidupan sehari-hari tentang dunia kepenulisan dan hubungannya dengan penulis-penulis Aceh, turut andil dalam mempengaruhi novel ini. Tempat Paling Sunyi membeberkan secara lugas tentang dunia dan kehidupan penulis yang ada di wilayah konflik, serta masalah-masalah yang dihadapi. Hup! Tapi tidaklah sesederhana itu ceritanya. Kisahnya benuh dengan lika-liku kehidupan Mustafa yang rumit, penuh tekanan, dan juga kisah unik cintanya. Kegagalannya dengan istri pertama membuatnya harus mengawini perempuan lain, yang sampai akhir hayatnya tetap menjadi perempuan simpanan.

      Berikut ini adalah sinopsisnya:


     Mustafa, seorang novelis yang tinggal di wilayah kecil dan dilanda kekacauan, mengalami banyak masalah pelik di seputar hidupnya sendiri dan harus menghadapi sejumlah peristiwa besar lain di lingkungan kota tempat tinggalnya. Di tengah-tengah kerumitan urusan keluarga dan kekacauan situasi yang senantiasa timbul, dia bertekad kuat dan berusaha keras untuk menyelesaikan sebuah novel yang diyakini kelak akan menjadi karya hebat yang dapat memengaruhi orang dan mengubah negeri yang selalu dalam kancah pertikaian ini.

Tempat Paling Sunyi
Mustafa mengalami banyak hal rumit, pertengkaran dengan istrinya, Salma, yang kerap terjadi saban hari menyebabkannya tidak bisa bekerja. Sementara orang-orang di sekelilingnya memandang aneh dan sama sekali tak mengerti dengan novel—bahkan mertuanya bertanya, “Binatang apa itu?” Menulis novel yang merupakan cita-cita Mustafa dalam hidupnya itu segera kandas oleh situasi keluarga dan situasi politik yang tidak mendukung, tetapi begitu dia mengenal Riana, yang kemudian menjadi istri simpananya, gairahnya menyala kembali, sampai kemudian dia dapat merampungkan novelnya. Namun, novel itu malah lenyap setelah sempat terbit dengan jumlah sangat terbatas yang kemudian menyebabkannya sebagai penulis gagal.

Novel ini mengisahkan romantika pelik hubungan manusia, keterasingan hubungan dengan Tuhan, dan kegamangan menghadapi dunia. Diceritakan dengan sederhana, lugas, jenaka, sendu, sedih, dan gembira. Kaya cita rasa, termasuk masalah-masalah rumit yang berhubungan dengan dunia kepenulisan dan sastra, keterkaitannya dengan politik dan hubungan dengan Sang Pencipta. Juga membahas secara sepintas lalu perbandingan sastra di Indonesia[]