Jumat, 04 April 2014

Bincang-Bincang Arafat Nur di Twitter



Assalamualaikum majelis #TwiTalkPenulis sekalian. Moga sehat dan kuat.

Baiklah, saya akan membeberkan sedikit kenapa dan apa pula sebabnya saya menulis novel Burung Terbang di Kelam Malam (BTKM).

Setelah novel Lampuki, saya selalu saja diliputi dilema ketika memastikan bentuk novel yang selanjutnya. Sampai kemudian saya menemukan bentuk serupa novel BTKM yang sudah ada di pasaran sekarang ini.

Adapun keputusan ini saya ambil setelah banyak keluhan dari pembaca remaja yang sulit mencerna Lampuki. Lampuki dianggap memiliki teks sastra yang terlalu berat bagi pembaca umum.

Saya kira masalah ini tidak boleh diabaikan. Saya juga ingin pembaca remaja dapat menikmati sastra yang saya tulis. Mereka adalah generasi dengan jumlah yang besar, yang saya anggap punya potensi dan kecerdasan seperti generasi pembaca novel serius sekarang. Untuk sementara ini mereka perlu diperhatikan dan dimanja dengan sastra yang lebih lugas dan ringan.

Namun, saya juga tidak ingin mengorbankan kualitas sastranya.  Saya menuliskan Burung Terbang di Kelam Malam dengan maksud bahwa sebuah novel sastra juga ternyata bisa ringan.

Tentu kerja ini melelahkan. Tidak semudah yang saya bayangkan. Setidaknya, bila pun novel ini punya sisi kekurangan, tapi harus banyak sisi kelebihannya sehingga bisa menutupi kekurangannya.

Terlalu banyak pertimbangan yang saling berbenturan. Saya tetap tidak bisa mengikuti selera dan kemauan saya sendiri sebab novel membutuhkan banyak pembaca. Inilah yang terus saya upayakan; membuat novel dengan selera banyak orang, tapi dengan usaha tetap menjaga kualitas isinya.

Novel ini sebagai suatu upaya untuk mengajak remaja menikmati bacaan sastra yang lebih serius, tentu tanpa mengesampingkan pembaca yang telah ada. Saya tidak ingin pembaca terdahulu mengalami kecewa. Maka, sekuatnya saya mempertahankan apa yang telah menjadi jati diri saya.

Sebelum BTKM ini dilepaskan ke pasaran, saya telah melakukan pengujian novel ini terhadap mereka yang tidak suka baca sastra.  Mereka bisa tertawa dan menikmatinya sampai tuntas. Sampai kemudian terkenang-kenang, dan dengan semangat ingin menyampaikan pendapatnya.

Sejauh ini, terhadap mereka yang telah membaca BTKM memang belum ada yang menyatakan kekecewaan. Dan saya berharap tidak ada yang kecewa dengan “format agak beda” dari format novel sebelumnya.

BTKM mengajak untuk memilihat secara dekat dan dengan pandangan jernih segala realitas kehidupan sesungguhnya, tanpa menambah atau mengurangi.( #TwiTalkPenulis)