Rabu, 19 Februari 2014

Orang Indonesia Paling Malas Membaca

PANGANDARAN, KOMPAS.com — Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan bahwa budaya membaca warga Jawa Barat dan Indonesia secara menyeluruh masih rendah. Menurutnya, indeks baca bangsa Indonesia hanya 0,01 persen.

"Sekarang kita harus melakukan gerakan membaca sebab masyarakat Jabar paling tidak suka membaca, orang Jabar paling malas membaca," keluh Heryawan saat acara menggagas kerja sama pembangunan Ciamis, Banjar, dan Pangandaran sekaligus Pelantikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) perwakilan Ciamis, di aula Hotel Laut Biru, Desa Pananjung, Pangandaran, Jawa Barat, Selasa (3/12/2013) malam.

Menurutnya, indeks budaya baca bangsa Indonesia saat ini ialah 0,01 persen. Indonesia terendah dibandingkan Amerika yang budaya bacanya 0,5 persen dan yang paling tinggi adalah Singapura dan Hongkong yang mencapai 0,55 persen.

"Sebagai gambaran saja indeks baca orang Indonesia itu 0,01 persen. Artinya, satu buku dibaca oleh 1.000 orang atau 1.000 orang yang rata-rata memiliki satu buku. Singapura dan Hongkong 550 buku dibaca oleh 1.000 orang atau 1.000 orang membaca 550 buku atau orang dapat mengakses perpustakaan 550 buku," kata Heryawan.

Oleh karena itu, Heryawan menegaskan perlunya solusi untuk meningkatkan budaya membaca di Indonesia, utamanya di Jawa Barat. Salah satu solusinya adalah negara harus memperbanyak taman bacaan atau perpustakaan di daerah-daerah.

Selain itu, perlu ada program menghibahkan buku dari warga ke setiap perpustakaan di tiap-tiap daerah yang sistemnya sudah berjalan dengan baik. Warga bisa menyumbang buku ke gedung yang sudah resmi, yakni Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (Bapusipda) Jawa Barat di Jalan Kawaluyaan Indah II, Jalan Soekarno-Hatta, Bandung, yang beberapa hari lalu baru diresmikan Gubernur Jabar.

"Kita mencanangkan pegawai negeri sipil (PNS) di Jabar yang jumlahnya 1.500 untuk menghibahkan satu orang minimal satu buku ke Bapusipda, yang tujuannya untuk meningkatkan budaya baca masyarakat. Warga yang ingin menghibahkan buku juga silakan, perpustakaan terbuka lebar untuk menerima, daripada disimpan di rumah, kan tidak dipakai, mending dihibahkan," katanya.

Dengan meningkatkan budaya membaca masyarakat, tentunya bisa meringankan beban negara untuk pembangunan. Heryawan berharap civil society bisa terlahir di situ. Menurutnya, penting juga negara menggagas civil society atau masyarakat madani.

"Terlalu banyak tugas negara kalau harus diselesaikan oleh negara sendirian, tidak mungkin jika negara tidak melibatkan civil society. Sejatinya, civil society ini perlu digagas sehingga akan bersama-sama membantu memecahkan persoalan," pungkasnya.[]


Novel Baru Arafat Nur
Burung Terbang di Kelam Malam
JIKA kehidupan adalah sebuah perjalanan, Fais adalah seorang petualang yang berjalan sendirian di antara riuhnya dunia. Di tengah masyarakat yang mengelu-elukan sosok Tuan Beransyah, Fais memilih jalannya sendiri. Ia ingin membuktikan bahwa kandidat wali kota yang dikenal alim, dermawan, dan pandai agama itu tidak lain adalah sosok yang amat munafik.

Maka, dimulailah sebuah perjalanan dengan kejutan di setiap tikungannya. Perjalanan itu tidak saja membuat Fais menemukan kebenaran di balik politik pencitraan yang memuakkan, tetapi juga kebenaran perasaannya. Fais akhirnya sadar, pertemuan dengan perempuan-perempuan yang sempat menggetarkan hatinya justru adalah jalan yang membawanya pulang pada cinta sejatinya.

Burung Terbang di Kelam Malam mengungkap kehidupan sosial yang begitu dekat; tentang sisi gelap politik dan cinta. Hubungan cinta terlarang, perasaan tidak berdaya, takut kehilangan, dan kesedihan  yang begitu kental, tanpa kehilangan rasa humor. Sebuah kisah yang berliku, tetapi diceritakan dengan sangat lugas dan mengalir.[]