Rabu, 21 Desember 2011

Santri Paloh Dayah Doakan Kemenangan Lampuki


Seratusan lebih santri balai pengajian Darussalam Paloh Dayah, Muara Satu, Lhokseumawe menyambut gembira atas kemenangan Lampuki dengan cara menggelar syukuran dan doa bersama.
LHOKSEUMAWE (Waspada): Seratusan lebih santri balai pengajian Darussalam Paloh Dayah, Muara Satu, Lhokseumawe mendoakan kemenangan Lampuki. Mereka menggelar syukuran untuk menyambut kemenangan besar novel itu, yang dianggap sebagai kemenangan rakyat Aceh dalam melawan ketidak-adilan pemerintah.


       Kemenangan novel Lampuki yang meraih dua juara paling bergengsi sekaligus, yaitu unggulan sayembara Dewan Kesenian Jakarta 2010 dan peraih anugerah Khatulistiwa Literary Award 2011, sudah sepatutnya disyukuri. “Ini bukan kejadian biasa. Ini perubahan ke arah kemajuan Aceh dari segi pemikiran. Bagi saya ini sangat luar biasa, harus disyukuri,” ucap pimpinan balai pengajian Darussalam, Tgk Nazar dalam sambutannya, Minggu (21/11) malam.

       Acara syukuran itu diisi dengan wirid dan doa yang dipimpin Tgk Fajri, SPdi, turut dihadiri Ketua Balai Sastra Samudra Pasai, Zoel Fadli Kawom; novelis Aceh, Thaib Loh Angen; dan penyanyi Aceh Said Jaya. Didukung pula oleh sejumlah pemuda Paloh Dayah yang amat mendukung atas munculnya tokoh sastra Aceh.

    Dalam ceramahnya, pimpinan balai Darussalam, Teungku Nazar mengatakan, merupakan berkewajiban saya melakukan perhelatan ini sekalipun amat sederhana. Hal ini sebagai bentuk penghargaan kepada penulis dan novelnya, serta untuk mensyukuri nikmat Allah tersebut.

      Upaya ini juga dia tunjukkan sebagai rasa peduli dan simpatinya terhadap prestasi pemuda Aceh di saat pemerintah setempat diam saja. “Bukankah ini kejadian langka? Namun kenapa seolah-olah pemerintah di Aceh tidak paham?” tanyanya.

      Tgk Nazar merasa sangat terharu manakala membaca kemenangan Lampuki di media massa. Begitu berjumpa dengan Arafat Nur, penulis novel ini, yang terjadi secara tak sengaja, dia langsung menyalami dan mengucapkan selamat. “Saya akan membuat acara syukuran untuk kemengan ini!” ujarnya bersemangat.

      Rakyat Aceh saat ini sudah bisa membuka matanya lebar-lebar untuk melihat suatu kenyataan. Aceh tidak akan bisa dibangun tanpa ada pikiran maju dan kritis. Lampuki, katanya, mengandung banyak nilai-nilai yang amat tinggi dari kisah yang demikian rumit dan dekat dengan kenyataan.

       Novel yang mendapat pengakuan luas di kancah sastra nasional ini, adalah upaya melawan ketidak-adilan pemerintah terhadap rakyat. “Kalau soal isi dan mutunya, saya tidak meragukan lagi. Cuma saja pemerintah Aceh bukanlah orang yang cerdas. Jadi, sungguh sangat disayangkan memang,” ujarnya seperti kesal.

       Sementara itu, Arafat Nur dalam sambutannya merasa sangat terharu atas kepedulian anak-anak mengaji yang begitu luar biasa terhadap karyanya. Dia menguraikan sedikit tentang proses menulis yang dilaluinya secara tak mudah dan banyak mengalami tantangan. Apa yang dicapainya sekarang adalah sebuah tahapan panjang yang penuh dengan cobaan dan perjuangan.

      Menulis juga bagian dari perjuangan yang tak kalah berat seperti pertempuran di medan perang. “Hidup itu selalu penuh dengan perjuangan dan pengorbanan. Untuk perubahan, semua orang harus pandai dan rajin belajar. Belajar ilmu apa saja; agama maupun ilmu dunia. Dengan cara beginilah manusia akan bermakna dan hidupnya menjadi bahagia,” ujarnya.(cmk/b14)