Rabu, 21 September 2011

Genre Sejarah Kemanusian dalam Sastra



Oleh Thaib Loh Angen, dimuat di Serambi Indonesia.

CINTA MAHASUNYI (Novel Arafat Nur, terbitan Mizan) mengangkat seepisode jera nasib orang yanq terjebak dalam keadaan tak diinginKan, tapi tetap terjadi. Tangan-tangan perang terlalu kuat. Inun, tokoh utama novel ini adalah pamuda Aceh, yatim pada usia enam bulan, meninggal ibunya pada usia SMP, merantau ke Malaysia lewat jendela laut. tau ke Malaysia lewat jendela laut. Setelah bekerja serabutan tanpa keadilan di negari, bekas jajahan Eropa, Inun kambali ke idi, malayat kebun luas peninggalan orang tuanya yang dijaga sebuah keluarga transmigrasi asal Jawa.
       Diam-diam Inun jatuh cinta kepada Yanti, anak penjaga kebunnya. Cinta bersemi saat konflik semarak. Pemukiman transmigrasi tempat Inun tinggal terjebak dua pasukan yang mengukuhkan diri masing-masing pembela kebenaran. Perang tak dapat dihindari. Yanti dan kedua orang tuanya hangus dihantam granat lontar, bersama warga lain bergilir tewas sia-sia. Tinggallah Inun meratapi kehilangan dalam kesunyian. Sementara bedil-bedil masih menyalak. Tapi kesunyian tak terusik hiruk pikuk amuk perang.
Arafat Nur
       Setting novel ini, perkampungan kaki gunung pedalaman Idi, Aceh Timur yang digambarkan dengan pernak-pernik suasana alami tanpa penggalian lebih detail akan nilai-nilai filosofis yang biasanya terdapat dalam sastra serius atau perbandingan dengan suasana modern yang pada sudut bumi lain telah berlaku, (mungkin saja) telah dialami Inun di Malaysia. Seting perkampungan ini. menambah khazanah referensi sastra kita yang kebanyakan mengangkat suasana perkotaan. Suasana kampung yang mungkin pada waktu mendatang tak lagi ditemui. Jika tak lebih baik infrastrukturnya, budaya penghuninya akan lain.
       Karater tokoh dalam novel Cinta Mahasunyi, beragam, bulat. Inun, Si idealis penyendiri, tidak mau terlibat kerusuhan, menolak ideologi nasionalisme ganjil yang sedang trend pada masanya, dan mungkin dicap pengecut oleh arang heroik. Cinta perdamaian dalam diri tokoh utama menjadi
rusuk novel ini. Tokoh pembantu ada yang digambarkan sebagai sosok pengecut, ada yang heroik dan berkesan arogan, ada pula yang idealis pemberani sekaligus memiliki nurani kemanusiaan tinggi sebagai naluri alami manusia yang terjebak sebagai mesin perang. Dipandang dari sudut didaktik-heroik, tokoh-tokohnya tidak ada yang menjadi pahlawan, ataupun pencari Solusi dari jebakan taring-taring perang tak bermuara. Sebagaimana watak Aceh dalam konflik politik yang baru berlalu. Hanya usaha pragmatis sekilas.
       Ini novel realistis tanpa idealis (walaupun tokoh protagonisnya idealis, tapi penulisnya tidak berusaha menawarkan solusi lain dari masalah yang terjadi kepada pembaca). Novel realistis ini jauh dari aliran romantic. kendatipun ceritanya merangkai percintaan sunyi dalam keadaan yang tak bisa diubah, bahkan tak bisa dihadapi, kepasrahan menanti ujung-ujung peluru nyasar menembus ketakutannya. hubungan hati antara Inun dan Yanti dibuat untuk mengukuhkan nilai kemanusiaan universal sejati, bahwa rasa kasih sejati tak mengenal perbedaan etnik yang telah biasa menjadi alasan perang sepanjang masa. Diksi novel ini lancar tanpa dilengkapi metafora. Novel yang
ditulis ringan tak harus mengerutkan dahi membacanya. Mungkin ditujukan untuk Kaum remaja muda bukan untuk para, sastra.
       ”Cinta Mahasunyi” berkait kondisi batin Inun yang kehilangan orang-orang tercinta. Sampai batas-batas tertentu, Arafat Nur berhasil melukiskan Kesunyian itu. Namun bila dituntut sesuai judul, cerita novel ini masih belum mencapai ’mahasunyi’ belum cukup pelukisan Untuk itu namun, ketegangan dan humor cerdas dapat menutupinya. Novel inprovissionisme beraliran realistis, sesuatu yang dilihat lalu diresapi.
       Lepas dan semua unsur itu. Cinta Mahasunyi adalah sebuah karya yang tahun-tahun mendatang akan menjadi kolerasi novel sejarah di Aceh. Menyuarakan perdamaian dan kemanusiaan yang diperkosa dua arah nilai ideologi bertentangan. Ditulis dengan gaya penuturan orang muda, tak menggurui, serupa dengan novel Arafat nur lain, (Percikan Darah Di Bunga, Zikrul. 2005), (Meutia Lon Sayang, Mizan, 2005), (Romansa Taman Cinta, Alisiansi Sastrawan Aceh, 2007) (Nyanyian Cinta di Tengah Ladang, Intermasa, 2007). Novel cinta mahasunyi ini menyuarakan ketakutan dan
penderitaan rakyat Aceh dalam suasana perang antara GAM- NKRI. Hanya satu novelnya (Cinta Bidadari, intermasa 2007) yang mecubit kisah pelajar Aceh di Jakarta namun masih dalam kurun waktu konflik juga. Tokoh-tokoh dalam novel-novel itu pun berkisar antara usia Inun dalam novel Cinta Mahasunyi ini.
       Tokoh-tokoh utama novel Arafat, kemiripan dalam Sudut pandang agamanya hampir sejauh ini, Arafat Nur sastrawan produktif dan telah mandiri gaya tutur jumawa. Ditinjau dari gaya bercerita, Arafat Nur masih konvensional, tidak suka bereksperimen.

Thayeb Loh Angen penyuka sastra berdomisili di Loh Angen, Lhoukseumawe.